Ullman dan Krasner menganggap gangguan konversi sebagai malingering. Orang yang bersangkutan menunjukkan simtom-simtom untuk mencapai suatu tujuan. Menurut pendapat mereka orang yang mengalami gangguan konversi berusaha berperilaku sesuai dengan konsepsinya mengenai perilaku seseorang yang menderita suatu penyakit yang mempengaruhi kemampuan motorik dan sensori.
Orang dapat melakukan pola perilaku yang sesuai dengan berbagai simtom konversi klasik. Contohnya, kelumpuhan, analgesia, dan kebutaan, seperti yang dapat disugestikan pada orang-orang yang dihipnotis. Mereka menjelaskan dua kondisi yang meningkatkan kemungkinan bahwa ketidakmampuan motorik dan sensori dapat ditiru. Pertama, individu harus memiliki pengalaman dengan peran yang akan dimainkan; ia dapat memiliki masalah fisik yang sama atau mengamatinya pada orang lain. Kedua, pelaksanaan peran tersebur harus mendapatkan hadiah; individu hanya akan memerankan ketidakmampuan jika hal itu diharapkan dapat mengurangi stress atau untuk mendapatkan keuntungan lain.
Faktor-faktor Sosial dan Budaya dalam Gangguan Konversi
Peran faktor-faktor sosial dan budaya menunjukkan bahwa gangguan konversi lebih umum terjadi pada masyarakat pedesaan dan masyarakat dengan status sosioekonomi rendah; orang-orang dalam masyarakat tersebut mungkin memiliki pengetahuan kurang tentang konsep medis dan psikologis. Diagnosis histeria telah berkurang dalam masyarakat industri, namun tetap banyak terjadi di negara-negara yang belum berkembang. Data ini dapat berarti bahwa meningkatnya kecanggihan tentang penyakit medis memicu penurunan prevalensi gangguan konversi. Alternatif lain, praktik-praktik diagnostik dapat bervariasi antarnegara dan menghasilkan angka yang berbeda.
Faktor-faktor Biologis dalam Gangguan Konversi
Walaupun faktor-faktor genetik dianggap penting dalam terjadinya gangguan konversi, penelitian tidak mendukung anggapan tersebut. Dalam gangguan konversi terdapat kemampuan untuk menggunakan informasi indra untuk mengarahkan perilaku.