Stres akan sangat mengganggu rutinitas kita sehari-hari, stres yang dibiarkan berlanjut dan tidak segera ditangani akan berdampak terhap kondisi kita secara keseluruhan ,
maka dari itu jika kita merasa stres harus segera ditangani
maka dari itu jika kita merasa stres harus segera ditangani
Beberapa penanganan yang dapat dilakukan untuk mengatasi stres adalah:
Coping stress
Coping yaitu bagaimana orang berupaya mengatasi masalah atau menangani emosi yang umunya negatif yang ditimbulkannya. Ada dua macam coping stres yang biasanya dapat menurunkan stres seperti yang diungkapkan oleh Lazarus dan Folkman, 1984:
- Coping yang berfokus pada masalah (Problem-focused coping)
Langsung mengambil tindakan untuk memecahkan masalah atau mencari informasi yang berguna untuk membantu pemecahan masalah. Contoh: menyusun jadwal belajar untuk menyelesaikan berbagai tugas dalam satu semester sehingga mengurangi tekanan pada akhir semester.
- Coping yang berfokus pada emosi (Emotion-focused coping)
Usaha untuk menurunkan emosi negatif yang dirasakan ketika menghadapi masalah atau tekanan (stress). Contoh: orang yang mengalami patah hati, dia memilih untuk pergi ke salon atau tempat hiburan untuk mengalihkan kesedihannya.
Dukungan sosial
Dukungan sosial tampaknya mengurangi efek negatif stres dalam sistem kekebalan tubuh. Dalam menghadapi stres, keberadaan para saudara, teman, dan kenalan dapat membantu seseorang berhasil menggunakan problem-focused coping atau sekedar memberi dukungan emosional yang dibutuhkan selama masa-masa sulit. Terdapat bermacam tipe dukungan sosial, antara lain:
· Dukungan Sosial Struktural
Adalah jaringan hubungan sosial dasar yang dimiliki seseorang. Contohnya, status perkawinan dan jumlah teman.
· Dukungan Sosial Fungsional
Dukungan sosial fungsional lebih berkaitan dengan kualitas hubungan yang dimiliki seseorang, contohnya, apakah orang yang bersangkutan yakin bahwa ia memiliki teman-teman yang akan membantunya pada saat dibutuhkan.
Dukungan sosial dapat dikatakan dapat menghasilkan efek yang menguntungkan yaitu ketika orang-orang yang memiliki tingkat dukungan sosial yang lebih tinggi lebih sering menjalankan perilaku sehat yang positif, contohnya, mengonsumsi makanan sehat, tidak merokok, dan sebagainya. Kemungkinan lain, dukungan sosial (atau kurangnya dukungan sosial) dapat memberikan efek langsung pada proses-proses biologis. Contohnya tingkat dukungan sosial yang rendah berhubungan dengan peningkatan emosi negatif.
Harapan akan self-efficacy
Harapan akan self-efficacy berkenaan dengan harapan kita terhadap kemampuan diri dalam mengatasi tantangan yang kita hadapi, harapan terhadap kemampuan diri untuk dapat menampilkan tingkah laku terampil, dan harapan terhadap kemampuan diri untuk dapat menghasilkan perubahan hidup yang positif (Bnadura, 1982, 1986). Kita mungkin dapat mengelola stres dengan lebih baik, termasuk stres karena penyakit, apabila kita percaya diri dan yakin bahwa kita mampu mengatasi stres (memiliki harapan yang tinggi). Apabila kepercayaan diri atau self-efficacy untuk mengatasi masalah meningkat, maka tingkat hormon stres menurun.
Ketahanan Psikologis (Psychological Hardiness)
Ketahanan psikologis atau sekumpulan trait individu yang dapat membantu dalam mengelola stres yang dialami. Secara psikologis, orang yang ketahanan psikologisnya tinggi cenderung lebih efektif dalam mengatasi stres dengan menggunakan pendekatan coping yang berfokus pada masalah secara aktif. Kobasa menunjukkan bahwa orang yang ketahanan psikologisnya tinggi lebih baik dalam menangani stres karena mereka menganggap diri mereka sebagai “orang yang memilih situasi stres itu sendiri.” Mereka menganggap stresor yang mereka hadapi membuat kehidupan lebih menarik dan menantang, bukan semata-mata membebani mereka dengan tekanan-tekanan tambahan. Jadi pengendalian adalah faktor kunci dalam ketahanan psikologis.
Optimisme
Dalam studi tentang hubungan antara optimisme dengan kesehatan, Scheier dan Carver (1985) mengukur optimisme mahasiswa menggunakan Tes Orientasi Kehidupan (Life Orientation Test/ LOT). Mahasiswa juga diminta melacak simptom fisik mereka masing-masing selama satu bulan. Penelitian ini menunjukkan bahwa mahasiswa yang mempunyai nilai optimisme lebih tinggi melaporkan gejala fisik yang lebih sedikit seperti kelelahan, pusing, pegal-pegal, dan penglihatan yang kabur (gejala pada subyek penelitian diawal penelitian diperhitungkan secara statistik sehingga dapat dikatakan bahwa studi tersebut semata-mata menunjukkan bahwa orang yang lebih sehat lebih optimis).